Thursday 19 April 2012

iddah


PENGERTIAN IDDAH
Bagi istri yang putus hubungan perkawinan dengan suaminya baik karena ditalaq atau karena ditinggal mati oleh suaminya, mempunyai akibat hukum yang harus diperhatikan yaitu masalah iddah. Keharusan beriddah merupakan perintah Allah yang dibebankan kepada bekas istri yang telah dicerai baik dia (istri) orang yang merdeka maupun hamba sahaya untuk
melaksanakannya sebagai manifestasi ketaatan kepadanya. Untuk memudahkan pembahasan kita mengenai pengertian iddah ini, segi bahasa dan segi istilah.
1. Dari Segi Bahasa
Dari segi bahasa, iddah berasal dari kata عدد yang mempunyai arti bilangan atau hitungan dalam Kamus Arab Indonesia karangan Mahmud Yunus, iddah berasal dari kata عدّ yang berarti menghitung.
 Dengan demikian jika ditinjau dari segi bahasa, maka kata iddah dipakai untuk menunjukkan pengertian hari-hari haid atau hari suci pada wanita.

2. Dari Segi Istilah

Dari definisi di atas, dapat dipahami bahwa iddah adalah suatu tenggang waktu tertentu yang harus dijalani seorang perempuan sejak ia berpisah. Baik disebabkan karena talak maupun karena suaminya meninggal dunia. Dalam hal iddah ini wanita (istri) tidak boleh kawin dengan lakilaki lain sebelum habis masa iddahnya. Dengan demikian dapat diambil suatu pengertian bahwa iddah itu mempunyai beberapa unsur yaitu :
a. Suatu tenggang waktu tertentu
b. Wajib dijalani si bekas istri
c. Karena ditinggal mati oleh suaminya maupun diceraikan oleh
suaminya.
d. Keharaman untuk melakukan perkawinan selama masa iddah

DASAR HUKUM IDDAH
Setelah membahas masalah iddah dari segi pengertian, maka di bawah ini penyusun bahas dasar-dasar hukum iddah yang mengacu pada hukum naqli guna memperjelas tentang iddah itu sendiri.
A ) bukti dari al-quran


228. dan isteri-isteri Yang diceraikan itu hendaklah menunggu Dengan menahan diri mereka (dari berkahwin) selama tiga kali suci (dari haid). dan tidaklah halal bagi mereka menyembunyikan (tidak memberitahu tentang) anak Yang dijadikan oleh Allah Dalam kandungan rahim mereka, jika betul mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suami mereka berhak mengambil kembali (rujuk akan) isteri-isteri itu Dalam masa idah mereka jika suami-suami bertujuan hendak berdamai. dan isteri-isteri itu mempunyai hak Yang sama seperti kewajipan Yang ditanggung oleh mereka (terhadap suami) Dengan cara Yang sepatutnya (dan tidak dilarang oleh syarak); Dalam pada itu orang-orang lelaki (suami-suami itu) mempunyai satu darjat kelebihan atas orang-orang perempuan (isterinya). dan (ingatlah), Allah Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana


Ayat di atas walaupun sebenarnya telah dinasakh oleh ayat yang kemudian, akan tetapi kandungan dari hukum ayat tersebut tetaplah dipakai dan dipergunakan sebagai dalil hukum dalam penetapan hokum Islam syara’ yang berkenaan dengan masalah iddah istri. Ayat yang demikian ini dalam istilah ilmu ulumul qur’an disebut dengan baqouttilawah wa hukmi adamul





2. Dasar dari Hadits

وَعَنْ ابْنِ مَسْعُوْدِ فِى المُتَوَفَّى عَنْهَا زَوْجُهَا, وَهِيَ حَامِلٌ. قَالَ: اَيَجْعَلُوْنَ عَلَيْهَا التَّغْلِيْظُ , وَلَا يَجْعَلُوْنَ لَهَا الرُّخْصَةَ؟ اُنْزِلَتْ سُوْرَةُ النِّسَاءِ القَصْرَى بَعْدَ الطُّولَى (واولات الاحمال اجلهن ان يضعن حملهن) رواه البخارى والنسائى
Dari Abu Mas'ud Al Badry ra. Dari Nabi saw. Beliau bersabda "Apabila seseorang menafkahkan harta untuk keperluan keluarga, hanya berharpa dapat memperoleh pahala maka hal itu akan dicatat sebagai sedekah baginya."

KEADAAN IDDAH.

1. Iddah Perempuan yang Haid Jika perempuannya bisa haid maka iddahnya tiga kali quru'.Sebagaimana firman Allah :

228. dan isteri-isteri Yang diceraikan itu hendaklah menunggu Dengan menahan diri mereka (dari berkahwin) selama tiga kali suci (dari haid)
Dengan ayat tersebut di atas jelaslah bahwa istri yang diceraikan oleh suaminya. Sedangkan istri tersebut belum pernah disetubuhi oleh suami yang mentalaknya, maka bagi si istri tersebut tidak mempunyai masa iddah. Sedangkan istri yang ditinggal suami dan pernah bersetubuh,maka ia harus beriddah seperti iddah orang yang disetubuhi, hal ini berdasar firman Allah SWT yang berbunyi sebagai berikut :

   
234. dan orang-orang Yang meninggal dunia di antara kamu, sedang mereka meninggalkan isteri-isteri hendaklah isteri-isteri itu menahan diri mereka (beridah) selama empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis masa idahnya itu maka tidak ada salahnya bagi kamu mengenai apa Yang dilakukan mereka pada dirinya menurut cara Yang baik (yang diluluskan oleh Syarak). dan (ingatlah), Allah sentiasa mengetahui Dengan mendalam akan apa jua Yang kamu lakukan



2. Iddah istri yang tidak berhaid
Istri yang tidak berhaid lagi jika dicerai oleh suaminya atau ditinggalmati oleh suaminya maka mereka (istri) beriddah selama 3 bulan. Ketentuan ini berlaku buat perempuan yang belum baligh dan perempuan yang sudah tua tetapi tidak berhaid lagi, baik ia sama sekali tidak berhaid sebelumnya atau kemudian berhaid akan tetapi putus haidnya. Hal iniberdasarkan pada firman Allah yang berbunyi sebagai berikut :

4. dan perempuan-perempuan dari kalangan kamu Yang putus asa dari kedatangan haid, jika kamu menaruh syak (terhadap tempoh idah mereka) maka idahnya ialah tiga bulan; dan (demikian) juga idah perempuan-perempuan Yang tidak berhaid. dan perempuan-perempuan mengandung, tempoh idahnya ialah hingga mereka melahirkan anak Yang dikandungnya. dan (ingatlah), sesiapa Yang bertaqwa kepada Allah, nescaya Allah memudahkan baginya Segala urusannya


3. Iddah istri yang telah disetubuhi
Iddah istri yang telah disetubuhi masih haid dan adakalanya tidak berhaid lagi. Masa iddah yang masih haid adalah selama 3 kali quru’ sebaaimana disebutkan dalam firman Allah sebagai berikut :

   
228. dan isteri-isteri Yang diceraikan itu hendaklah menunggu Dengan menahan diri mereka (dari berkahwin) selama tiga kali suci (dari haid). dan tidaklah halal bagi mereka menyembunyikan (tidak memberitahu tentang) anak Yang dijadikan oleh Allah Dalam kandungan rahim mereka, jika betul mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. dan suami-suami mereka berhak mengambil kembali (rujuk akan) isteri-isteri itu Dalam masa idah mereka jika suami-suami bertujuan hendak berdamai. dan isteri-isteri itu mempunyai hak Yang sama seperti kewajipan Yang ditanggung oleh mereka (terhadap suami) Dengan cara Yang sepatutnya (dan tidak dilarang oleh syarak); Dalam pada itu orang-orang lelaki (suami-suami itu) mempunyai satu darjat kelebihan atas orang-orang perempuan (isterinya). dan (ingatlah), Allah Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana.

Arti quru’  dalam ayat di atas adalah jamak dari kata yang berarti haid, hal ini dikuatkan oleh Ibnul Qoyyim yang diterangkan oleh Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah bahwa kata quru’ hanya digunakan oleh agama yang berarti haid. Sesuai dengan firman Allah sebagai berikut :
...إذا طلقتم النساء فطلقوهن لعدتهن وأحصوا العدة...
Massa iddah untuk istri yang telah disetubuhi tetapi tidak mengalai haid maka lama iddah 3 (tiga) bulan atau 90 hari.

4. Iddah perempuan hamil
Perempuan yang dicerai atau ditinggal mati suami dan sedang hamil iddahnya sampai ia melahirkan. Hal ini didasarkan pada firman Allah yang berbunyi sebagai berikut :

واولات الاحمال اجلهن ان يضعن حملهن 28
Dan Perempuan-perempuan hamil masa iddah mereka ialah sesudah melahirkan (QS. At Thalaq : 4)

Istri tersebut harus menjalani masa tunggu yakni sampai ia melahirkan bayinya. Ini sejalan dengan Kompilasi Hukum Islam pasal “Apabila perkawinan putus karena perkawinan sedang janda
tersebut dalam keadaan hamil waktu tunggu ditetapkan sampai melahirkan”.

5. Iddah perempuan yang suaminya meninggal dunia
Iddah wanita yang ditinggal suaminya dan ia dalam keadaan tidak hamil maka lama iddahnya ialah 4 bulan 10 hari, ini didasarkan pada firman Allah yang berbunyi



 


234. dan orang-orang Yang meninggal dunia di antara kamu, sedang mereka meninggalkan isteri-isteri hendaklah isteri-isteri itu menahan diri mereka (beridah) selama empat bulan sepuluh hari. kemudian apabila telah habis masa idahnya itu maka tidak ada salahnya bagi kamu mengenai apa Yang dilakukan mereka pada dirinya menurut cara Yang baik (yang diluluskan oleh Syarak). dan (ingatlah), Allah sentiasa mengetahui Dengan mendalam akan apa jua Yang kamu lakukan.
 (QS. Al Baqarah : 234)

Dan jika si istri seang hamil maka ia harus menjalani iddah atau masa tunggu sampai ia melahirkan bayinya (anaknya).

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI PADA MASA IDDAH

1.    Hak Istri pada Masa Iddah

a. Mendapatkan nafkah selama masa iddah
b. Mendapatkan perumahan selama masa iddah
c. Istri berhak memutuskan untuk rujuk kembali, sedangkan kewajiban
istri adalah masa berkabung bila ia ditinggal mati suaminya.

2.    Kewajiban suami pada masa iddah istri

a. Suami wajib memberikan nafkah pada istri
b. Suami wajib memberikan perumahan pada istri
c. Suami berhak untuk merujuk kembali atau tidak


Adapun kewajiban lainnya bagi suami adalah memberikan biayanafkah selama masa iddah, sebagaimana yang terdapat dalam pasal 149 (sub adan b) yang berbunyi antara lain :
Bila perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib :

a. Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya, baik berupa
uang atau benda, kecuali bekas istri tersebut qobla audukhul
b. Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas istri selama
dalam iddah, kecuali bekas istri telah dijatuhi talak ba’in atau
nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil
Kewajiban suami yang dimaksud ayat gugur apabila istri nusyuz

HIKMAH DISYARIATKANNYA IDDAH  :-


1. Sebagai Pembersih Rahim
Ketegasan penisaban keturunan dalam Islam merupakan hal yang amat penting. Oleh karena itu segala ketentuan untuk menghindari terjadinya kekacauan nisab keturunan manusia ditetapkan di dalam AlQur'an dan As Sunnah dengan tegas. Diantara ketentuan tersebut adalah larangan bagi wanita untuk menikah dengan beberapa orang pria dalam waktu yang bersamaan.34 Dan disamping itu untuk menghilangkan keraguraguan tentang kesucian rahim perempuan tersebut, sehingga pada
nantinya tidak ada lagi keragu-raguan tentang anak yang dikandung oleh perempuan itu apabila ia telah kawin lagi dengan laki-laki yang lain.


2. Kesempatan untuk berfikir
Iddah khususnya dalam talak ra’ji merupakan suatu tenggang waktu yang memungkinkan tentang hubungan mereka. Dalam masa ini kedua belah pihak dapat mengintropeksi diri masing-masing guna
mengambil langkah-langkah yang lebih baik. Terutama bila mereka telah mempunyai putra-putri yang membutuhkan kasih sayang dan pendidikan yang baik dari orang tuanya.36 Disamping itu memberikan kesempatan berfikir kembali dengan pikiran yang jernih setelah mereka menghadapi
keadaan rumah tangga yang panas dan yang demikian keruh sehingga mengakibatkan perkawinan mereka putus. Kalau pikiran mereka telah jernih dan dingin diharapkan pada nantinya suami akan merujuk istri kembali dan begitu pula si istri tidak menolak untuk rujuk dengan suaminya kembali. Sehingga perkawinan mereka dapat diteruskan kembali.
  
3. Kesempatan untuk bersuka cita
Iddah khususnya dalam kasus cerai mati, adalah masa duka atau bela sungkawa atas kematian suaminya. Cerai karena mati ini merupakan musibah yang berada di luar kekuasaan manusia untuk membendungnya. Justru itu mereka telah berpisah secara lahiriyah akan tetapi dalam hubungan batin mereka begitu akrab.38 Jadi apabila perceraian tersebut karena salah seorang suami istri meninggal dunia, maka masa iddah itu adalah untuk menjaga agar nantinya jangan timbul rasa tidak senang dari
pihak keluarga suami yang ditinggal, bila pada waktu ini si istri menerima lamaran ataupun ia melangsungkan perkawinan baru dengan laki-laki lain.39

4. Kesempatan untuk rujuk
Apabila seorang istri dicerai karena talak yang mana bekas suami tersebut masih berhak untuk rujuk kepada bekas istrinya. Maka masa iddah itu adalah untuk berpikir kembali bagi suami untuk apakah ia akan kembali sebagai suami istri. Apabila bekas suami berpendapat bahwa ia
sanggup mendayung kehidupan rumah tangganya kembali, maka ia boleh untuk merujuk kembali istrinya dalam masa iddah. Sebaliknya apabila suami berpendapat bahwa tidak mungkin melanjutkan kehidupan rumah tangga kembali, ia harus melepas bekas istrinya secara baik-baik.Dengan demikian tampak dengan jelas bahwa iddah itu memiliki berbagai keutamaan di berbagai aspek, yang mana masing-masing mempunyai hubungan yang tidak dapat dipisahkan.

 Sehubungan dengan itu maka dapatlah suatu kesimpulan bahwa :

a. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern tidaklah dapat mengubah ketentuan dalam kasus-kasus yang sudah jelas dikemukakan dan ditetapkan oleh Al Qur'an dan as sunnah. Namun hanya dalam kasus wathsyubhat dan zina perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat dimanfaatkan, sebab hukum antara pria dan wanita dalam kasus ini hanya terkait pada masalah dhuhul yang menggunakan kesucian rahim.

b. Meskipun terdapat keyakinan bahwa rahim perempuan (istri) bersih dan diantara mereka (suami istri) tidak mungkin rujuk kembali, namun
tidaklah dapat dibenarkan bagiperem tersebut (bekas istri) melanggar
ketentuan iddah yang sudah dibentukan.
                                                                                                                   
c. Begitu pula sebaliknya tidaklah dapat dibenarkan untuk  
memperpanjang iddah bagi istri yang dapat mengakibatkan
penganiayaan maupun yang mendatangkan keuntungan baik bagi
bekas suami ataupun bagi bekas istri.


                                                                                                                                                                                         








































                                                                                                                                                                                                                KESAN

       Sepanjang tempoh masa saya menyiapkan kajian ini, terdapat banyak faedah yang saya perolehi. Selain daripada dapat mengenali tokoh pejuang tempatan yang banyak memberi sumbangan dalam mempertahankan Negara dari penjajah, saya juga dapat menambah koleksi bacaan ilmiah saya dan melatih saya untuk mengamalkan budaya membaca. Seterusnya, saya dapat berkongsi dan bertukar maklumat yang berguna sesama rakan sekuliah.
      Melalui kajian ini juga, saya dapati bahawa pemberlakuan  iddah bagi perempuan sudah dikenal semenjak  Islam belum lahir. Hanya saja ketika itu pemberlakuanya sangat tidak manusiawi semisal iddah bagi  perempuan   yang  ditinggal mati oleh suaminya. Masa iddah satu tahun merupakan  sebuah  ketentuan  yang ditetapkan  oleh  hukum  yang  berlaku  saat  itu. Perempuan yang menjalani iddah harus mengurung diri dalam rumah dengan menempati  tempat  yang  paling  jelek, seperti  kamar  mandi. Dia juga  tidak  boleh mandi, memotong kuku, menyisir rambut, dan merapikan diri. Setelah jangka waktu itu  selesai  ia diperkenankan  keluar  dan menempati  tepi-tepi  jalan dan melempari


anjing-anjing yang lewat dengan kotoran yang telah disediakan. Inilah potret iddah pra Islam.Kedatangan Islam ketika itu, bak kehadiran hujan yang selalu dinanti-nanti saat musim kemarau menggersangkan bumi. Kedatangan Islam benar-benar membuat sebuah perubahan yang signifikan. Sangat tepat sekali jika dengan syariat-syarit yang terkandung   dalam Islam  Ashar  Ali Engginer  mencetuskan teori  teologi  pembebasan139,
     Iddah yang saat ini masih diperlakukan pada seorang perempuan merupakan salah satu bidang hukum yang mengalami perubahan. Islam tidak menghapus hukum iddah bagi seorang perempuan hanya saja pemberlakuanya lebih manusiawi dan tidak terlalu memberatkan, sebagaimana yang berlaku sebelum Islam. Pemberlakuan iddah dalam al-Quran dan hadis sangat terperinci. Ayat-ayat al-Quran telah membaginya sesuai dengan penerapannya. Sebagimana dijelaskan dalam Q.S. al-Ahzab: 49, Q.S, al-Baqarah: 23 dan 228, dln Q.S. al-Thalaq: 4

          Sebagai ajaran paripurna di muka bumi ini, ajaran-ajaran Islam tetap relevan sepanjang zaman dalam menjawab setiap permasalahan yang ada. Allah swt, tidak menjadikan  al-Quran  dan  al-Sunnah  yang merupakan  sumber  utama  ajaran  Islam dalam bentuk baku, final, dan siap pakai secara rinci, namun hanya memuat prinsip- prinsp umum.   Allah swt, mendesain sedemikian rupa, bahwa teks normative keagamaan yang terdapat dalam al-Quran dan al-Sunnah tidak menjelaskan semua hal dalam bentuk terperinci. Ada teks yang bersifat umum, dan teks yang bersifat khusus. Ada nash yang global dan ada pula yang terperinci. Ada yang bersifat pasti yang tidak mungkin untuk dikembangkan lagi, tetapi di sisi lain ada pulayang berupa prinsip-prinsip yang sangat terbuka untuk dikembangkan.

by: nadiani & marina


No comments:

Post a Comment