PENGERTIAN IDDAH
Bagi istri yang putus hubungan perkawinan dengan suaminya baik
karena ditalaq atau karena ditinggal mati oleh suaminya, mempunyai akibat hukum
yang harus diperhatikan yaitu masalah iddah. Keharusan beriddah merupakan
perintah Allah yang dibebankan kepada bekas istri yang telah dicerai baik dia
(istri) orang yang merdeka maupun hamba sahaya untuk
melaksanakannya sebagai manifestasi ketaatan kepadanya. Untuk
memudahkan pembahasan kita mengenai pengertian iddah ini, segi bahasa dan segi
istilah.
1. Dari Segi Bahasa
Dari segi bahasa, iddah berasal dari kata عدد yang mempunyai arti bilangan atau hitungan
dalam Kamus Arab Indonesia karangan Mahmud Yunus, iddah berasal dari
kata عدّ yang berarti menghitung.
Dengan demikian jika ditinjau dari segi
bahasa, maka kata iddah dipakai untuk menunjukkan pengertian hari-hari haid
atau hari suci pada wanita.
2. Dari Segi Istilah
Dari definisi di atas, dapat dipahami
bahwa iddah adalah suatu tenggang waktu tertentu yang harus dijalani seorang
perempuan sejak ia berpisah. Baik disebabkan karena talak maupun karena
suaminya meninggal dunia. Dalam hal iddah ini wanita (istri) tidak boleh kawin
dengan lakilaki lain sebelum habis masa iddahnya. Dengan demikian dapat diambil
suatu pengertian bahwa iddah itu mempunyai beberapa unsur yaitu :
a. Suatu tenggang waktu tertentu
b. Wajib dijalani si bekas istri
c. Karena ditinggal mati oleh suaminya
maupun diceraikan oleh
suaminya.
d. Keharaman untuk melakukan perkawinan selama masa iddah
DASAR
HUKUM IDDAH
Setelah membahas masalah iddah dari segi
pengertian, maka di bawah ini penyusun bahas dasar-dasar hukum iddah yang
mengacu pada hukum naqli guna memperjelas tentang iddah itu sendiri.
A ) bukti dari al-quran
228. dan isteri-isteri
Yang diceraikan itu hendaklah menunggu Dengan menahan diri mereka (dari
berkahwin) selama tiga kali suci (dari haid). dan tidaklah halal bagi mereka
menyembunyikan (tidak memberitahu tentang) anak Yang dijadikan oleh Allah Dalam
kandungan rahim mereka, jika betul mereka beriman kepada Allah dan hari
akhirat. dan suami-suami mereka berhak mengambil kembali (rujuk akan)
isteri-isteri itu Dalam masa idah mereka jika suami-suami bertujuan hendak
berdamai. dan isteri-isteri itu mempunyai hak Yang sama seperti kewajipan Yang
ditanggung oleh mereka (terhadap suami) Dengan cara Yang sepatutnya (dan tidak
dilarang oleh syarak); Dalam pada itu orang-orang lelaki (suami-suami itu)
mempunyai satu darjat kelebihan atas orang-orang perempuan (isterinya). dan
(ingatlah), Allah Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana
Ayat di atas walaupun sebenarnya telah
dinasakh oleh ayat yang kemudian, akan tetapi kandungan dari hukum ayat
tersebut tetaplah dipakai dan dipergunakan sebagai dalil hukum dalam penetapan
hokum Islam syara’ yang berkenaan dengan masalah iddah istri. Ayat yang
demikian ini dalam istilah ilmu ulumul qur’an disebut dengan baqouttilawah wa
hukmi adamul
2. Dasar dari Hadits
وَعَنْ ابْنِ مَسْعُوْدِ فِى المُتَوَفَّى
عَنْهَا زَوْجُهَا, وَهِيَ حَامِلٌ. قَالَ: اَيَجْعَلُوْنَ عَلَيْهَا
التَّغْلِيْظُ , وَلَا يَجْعَلُوْنَ لَهَا الرُّخْصَةَ؟ اُنْزِلَتْ سُوْرَةُ
النِّسَاءِ القَصْرَى بَعْدَ الطُّولَى (واولات الاحمال اجلهن ان يضعن حملهن) رواه
البخارى والنسائى
Dari Abu Mas'ud Al Badry ra. Dari Nabi
saw. Beliau bersabda "Apabila seseorang menafkahkan harta untuk keperluan
keluarga, hanya berharpa dapat memperoleh pahala maka hal itu akan dicatat
sebagai sedekah baginya."
KEADAAN
IDDAH.
1. Iddah Perempuan yang Haid Jika
perempuannya bisa haid maka iddahnya tiga kali quru'.Sebagaimana firman
Allah :
228. dan isteri-isteri
Yang diceraikan itu hendaklah menunggu Dengan menahan diri mereka (dari
berkahwin) selama tiga kali suci (dari haid)
Dengan ayat tersebut di atas jelaslah
bahwa istri yang diceraikan oleh suaminya. Sedangkan istri tersebut belum
pernah disetubuhi oleh suami yang mentalaknya, maka bagi si istri tersebut
tidak mempunyai masa iddah. Sedangkan istri yang ditinggal suami dan pernah bersetubuh,maka
ia harus beriddah seperti iddah orang yang disetubuhi, hal ini berdasar firman
Allah SWT yang berbunyi sebagai berikut :
234. dan orang-orang Yang
meninggal dunia di antara kamu, sedang mereka meninggalkan isteri-isteri
hendaklah isteri-isteri itu menahan diri mereka (beridah) selama empat bulan
sepuluh hari. kemudian apabila telah habis masa idahnya itu maka tidak ada
salahnya bagi kamu mengenai apa Yang dilakukan mereka pada dirinya menurut cara
Yang baik (yang diluluskan oleh Syarak). dan (ingatlah), Allah sentiasa
mengetahui Dengan mendalam akan apa jua Yang kamu lakukan
2. Iddah istri yang tidak berhaid
Istri yang tidak berhaid lagi jika
dicerai oleh suaminya atau ditinggalmati oleh suaminya maka mereka (istri)
beriddah selama 3 bulan. Ketentuan ini berlaku buat perempuan yang belum baligh
dan perempuan yang sudah tua tetapi tidak berhaid lagi, baik ia sama sekali
tidak berhaid sebelumnya atau kemudian berhaid akan tetapi putus haidnya. Hal
iniberdasarkan pada firman Allah yang berbunyi sebagai berikut :
4. dan
perempuan-perempuan dari kalangan kamu Yang putus asa dari kedatangan haid,
jika kamu menaruh syak (terhadap tempoh idah mereka) maka idahnya ialah tiga
bulan; dan (demikian) juga idah perempuan-perempuan Yang tidak berhaid. dan
perempuan-perempuan mengandung, tempoh idahnya ialah hingga mereka melahirkan
anak Yang dikandungnya. dan (ingatlah), sesiapa Yang bertaqwa kepada Allah,
nescaya Allah memudahkan baginya Segala urusannya
3. Iddah istri yang telah
disetubuhi
Iddah istri yang telah disetubuhi masih
haid dan adakalanya tidak berhaid lagi. Masa iddah yang masih haid adalah
selama 3 kali quru’ sebaaimana disebutkan dalam firman Allah sebagai berikut :
228. dan isteri-isteri
Yang diceraikan itu hendaklah menunggu Dengan menahan diri mereka (dari
berkahwin) selama tiga kali suci (dari haid). dan tidaklah halal bagi mereka
menyembunyikan (tidak memberitahu tentang) anak Yang dijadikan oleh Allah Dalam
kandungan rahim mereka, jika betul mereka beriman kepada Allah dan hari
akhirat. dan suami-suami mereka berhak mengambil kembali (rujuk akan) isteri-isteri
itu Dalam masa idah mereka jika suami-suami bertujuan hendak berdamai. dan
isteri-isteri itu mempunyai hak Yang sama seperti kewajipan Yang ditanggung
oleh mereka (terhadap suami) Dengan cara Yang sepatutnya (dan tidak dilarang
oleh syarak); Dalam pada itu orang-orang lelaki (suami-suami itu) mempunyai
satu darjat kelebihan atas orang-orang perempuan (isterinya). dan (ingatlah),
Allah Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana.
Arti quru’ dalam ayat di atas adalah jamak dari kata
yang berarti haid, hal ini dikuatkan oleh Ibnul Qoyyim yang diterangkan oleh
Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqih Sunnah bahwa kata quru’ hanya digunakan
oleh agama yang berarti haid. Sesuai dengan firman Allah sebagai berikut :
...إذا طلقتم النساء فطلقوهن لعدتهن وأحصوا العدة...
Massa iddah untuk istri yang telah
disetubuhi tetapi tidak mengalai haid maka lama iddah 3 (tiga) bulan atau 90
hari.
4. Iddah perempuan hamil
Perempuan yang dicerai atau ditinggal
mati suami dan sedang hamil iddahnya sampai ia melahirkan. Hal ini didasarkan
pada firman Allah yang berbunyi sebagai berikut :
واولات الاحمال اجلهن ان يضعن حملهن 28
Dan Perempuan-perempuan hamil masa iddah
mereka ialah sesudah melahirkan (QS. At Thalaq : 4)
Istri tersebut harus menjalani masa tunggu
yakni sampai ia melahirkan bayinya. Ini sejalan dengan Kompilasi Hukum Islam
pasal “Apabila perkawinan putus karena perkawinan sedang janda
tersebut dalam keadaan hamil waktu tunggu
ditetapkan sampai melahirkan”.
5. Iddah perempuan yang suaminya meninggal
dunia
Iddah wanita yang ditinggal suaminya dan
ia dalam keadaan tidak hamil maka lama iddahnya ialah 4 bulan 10 hari, ini
didasarkan pada firman Allah yang berbunyi
234. dan orang-orang Yang
meninggal dunia di antara kamu, sedang mereka meninggalkan isteri-isteri
hendaklah isteri-isteri itu menahan diri mereka (beridah) selama empat bulan
sepuluh hari. kemudian apabila telah habis masa idahnya itu maka tidak ada
salahnya bagi kamu mengenai apa Yang dilakukan mereka pada dirinya menurut cara
Yang baik (yang diluluskan oleh Syarak). dan (ingatlah), Allah sentiasa
mengetahui Dengan mendalam akan apa jua Yang kamu lakukan.
(QS. Al Baqarah : 234)
Dan jika si istri seang hamil maka ia
harus menjalani iddah atau masa tunggu sampai ia melahirkan bayinya (anaknya).
HAK DAN
KEWAJIBAN SUAMI ISTRI PADA MASA IDDAH
1. Hak Istri
pada Masa Iddah
a. Mendapatkan nafkah selama masa iddah
b. Mendapatkan perumahan selama masa
iddah
c. Istri berhak memutuskan untuk rujuk
kembali, sedangkan kewajiban
istri adalah masa berkabung bila ia
ditinggal mati suaminya.
2. Kewajiban
suami pada masa iddah istri
a. Suami wajib memberikan nafkah pada
istri
b. Suami wajib memberikan perumahan pada
istri
c. Suami berhak untuk merujuk kembali
atau tidak
Adapun kewajiban lainnya bagi suami
adalah memberikan biayanafkah selama masa iddah, sebagaimana yang terdapat
dalam pasal 149 (sub adan b) yang berbunyi antara lain :
Bila perkawinan putus karena talak, maka
bekas suami wajib :
a. Memberikan mut’ah yang layak kepada
bekas istrinya, baik berupa
uang atau benda, kecuali bekas istri
tersebut qobla audukhul
b. Memberi nafkah, maskan dan kiswah
kepada bekas istri selama
dalam iddah, kecuali bekas istri telah
dijatuhi talak ba’in atau
nusyuz dan dalam keadaan tidak hamil
Kewajiban suami yang dimaksud ayat gugur
apabila istri nusyuz
HIKMAH
DISYARIATKANNYA IDDAH :-
1. Sebagai Pembersih Rahim
Ketegasan penisaban keturunan dalam Islam
merupakan hal yang amat penting. Oleh karena itu segala ketentuan untuk
menghindari terjadinya kekacauan nisab keturunan manusia ditetapkan di dalam
AlQur'an dan As Sunnah dengan tegas. Diantara ketentuan tersebut adalah
larangan bagi wanita untuk menikah dengan beberapa orang pria dalam waktu yang
bersamaan.34 Dan disamping itu untuk menghilangkan keraguraguan tentang
kesucian rahim perempuan tersebut, sehingga pada
nantinya tidak ada lagi keragu-raguan
tentang anak yang dikandung oleh perempuan itu apabila ia telah kawin lagi
dengan laki-laki yang lain.
2. Kesempatan untuk berfikir
Iddah khususnya dalam talak ra’ji
merupakan suatu tenggang waktu yang memungkinkan tentang hubungan mereka. Dalam
masa ini kedua belah pihak dapat mengintropeksi diri masing-masing guna
mengambil langkah-langkah yang lebih
baik. Terutama bila mereka telah mempunyai putra-putri yang membutuhkan kasih
sayang dan pendidikan yang baik dari orang tuanya.36 Disamping itu memberikan
kesempatan berfikir kembali dengan pikiran yang jernih setelah mereka
menghadapi
keadaan rumah tangga yang panas dan yang
demikian keruh sehingga mengakibatkan perkawinan mereka putus. Kalau pikiran
mereka telah jernih dan dingin diharapkan pada nantinya suami akan merujuk
istri kembali dan begitu pula si istri tidak menolak untuk rujuk dengan
suaminya kembali. Sehingga perkawinan mereka dapat diteruskan kembali.
3. Kesempatan untuk bersuka cita
Iddah khususnya dalam kasus cerai mati,
adalah masa duka atau bela sungkawa atas kematian suaminya. Cerai karena mati ini
merupakan musibah yang berada di luar kekuasaan manusia untuk membendungnya.
Justru itu mereka telah berpisah secara lahiriyah akan tetapi dalam hubungan
batin mereka begitu akrab.38 Jadi apabila perceraian tersebut karena salah
seorang suami istri meninggal dunia, maka masa iddah itu adalah untuk menjaga
agar nantinya jangan timbul rasa tidak senang dari
pihak keluarga suami yang ditinggal, bila
pada waktu ini si istri menerima lamaran ataupun ia melangsungkan perkawinan
baru dengan laki-laki lain.39
4. Kesempatan untuk rujuk
Apabila seorang istri dicerai karena
talak yang mana bekas suami tersebut masih berhak untuk rujuk kepada bekas
istrinya. Maka masa iddah itu adalah untuk berpikir kembali bagi suami untuk
apakah ia akan kembali sebagai suami istri. Apabila bekas suami berpendapat
bahwa ia
sanggup mendayung kehidupan rumah
tangganya kembali, maka ia boleh untuk merujuk kembali istrinya dalam masa
iddah. Sebaliknya apabila suami berpendapat bahwa tidak mungkin melanjutkan
kehidupan rumah tangga kembali, ia harus melepas bekas istrinya secara baik-baik.Dengan
demikian tampak dengan jelas bahwa iddah itu memiliki berbagai keutamaan di
berbagai aspek, yang mana masing-masing mempunyai hubungan yang tidak dapat
dipisahkan.
Sehubungan dengan itu maka dapatlah suatu
kesimpulan bahwa :
a. Perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi modern tidaklah dapat mengubah ketentuan dalam kasus-kasus yang
sudah jelas dikemukakan dan ditetapkan oleh Al Qur'an
dan as sunnah. Namun hanya dalam kasus wathsyubhat dan zina
perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat
dimanfaatkan, sebab hukum antara pria dan wanita dalam kasus ini hanya
terkait pada masalah dhuhul yang menggunakan kesucian rahim.
b. Meskipun terdapat keyakinan bahwa
rahim perempuan (istri) bersih dan diantara mereka (suami istri) tidak
mungkin rujuk kembali, namun
tidaklah dapat dibenarkan bagiperem
tersebut (bekas istri) melanggar
ketentuan iddah yang sudah dibentukan.
c. Begitu pula sebaliknya tidaklah dapat
dibenarkan untuk
memperpanjang iddah bagi istri yang dapat
mengakibatkan
penganiayaan maupun yang mendatangkan
keuntungan baik bagi
bekas suami ataupun bagi bekas istri.
KESAN
Sepanjang tempoh masa saya menyiapkan
kajian ini, terdapat banyak faedah yang saya perolehi. Selain daripada dapat
mengenali tokoh pejuang tempatan yang banyak memberi sumbangan dalam
mempertahankan Negara dari penjajah, saya juga dapat menambah koleksi bacaan
ilmiah saya dan melatih saya untuk mengamalkan budaya membaca. Seterusnya, saya
dapat berkongsi dan bertukar maklumat yang berguna sesama rakan sekuliah.
Melalui
kajian ini juga, saya dapati bahawa pemberlakuan iddah bagi perempuan sudah dikenal semenjak Islam
belum lahir. Hanya saja ketika itu pemberlakuanya sangat tidak manusiawi semisal
iddah bagi perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya. Masa iddah satu tahun merupakan sebuah ketentuan yang ditetapkan
oleh hukum yang
berlaku
saat
itu. Perempuan yang menjalani iddah harus mengurung diri dalam rumah dengan menempati tempat yang paling
jelek, seperti kamar mandi. Dia juga tidak
boleh mandi, memotong
kuku, menyisir rambut,
dan merapikan diri.
Setelah jangka waktu itu selesai
ia diperkenankan keluar dan menempati tepi-tepi jalan dan melempari
anjing-anjing yang lewat
dengan kotoran yang telah
disediakan. Inilah potret
iddah pra Islam.Kedatangan Islam ketika itu, bak kehadiran hujan yang selalu dinanti-nanti saat musim kemarau menggersangkan bumi. Kedatangan Islam benar-benar membuat sebuah perubahan yang signifikan. Sangat tepat
sekali jika dengan syariat-syarit yang terkandung dalam
Islam Ashar Ali Engginer
mencetuskan teori teologi pembebasan139,
Iddah yang saat ini
masih diperlakukan pada seorang perempuan
merupakan salah satu bidang hukum yang mengalami
perubahan. Islam tidak menghapus
hukum iddah bagi seorang perempuan hanya saja pemberlakuanya lebih manusiawi dan tidak terlalu
memberatkan, sebagaimana yang berlaku sebelum Islam.
Pemberlakuan iddah dalam al-Quran dan hadis
sangat terperinci. Ayat-ayat al-Quran telah membaginya
sesuai dengan penerapannya. Sebagimana dijelaskan dalam Q.S. al-Ahzab:
49, Q.S, al-Baqarah: 23 dan 228, dln Q.S. al-Thalaq: 4
Sebagai ajaran paripurna di muka bumi ini, ajaran-ajaran Islam tetap relevan sepanjang zaman dalam menjawab setiap permasalahan yang ada. Allah swt, tidak
menjadikan al-Quran dan al-Sunnah
yang merupakan sumber utama ajaran
Islam dalam
bentuk baku, final, dan siap pakai secara rinci, namun hanya memuat
prinsip- prinsp umum.
Allah swt, mendesain sedemikian rupa, bahwa teks normative keagamaan yang terdapat dalam al-Quran dan al-Sunnah tidak menjelaskan semua hal dalam
bentuk terperinci. Ada teks yang
bersifat umum, dan teks yang
bersifat khusus. Ada nash yang
global dan ada pula yang terperinci. Ada yang bersifat pasti yang tidak mungkin
untuk dikembangkan lagi, tetapi di sisi lain ada pulayang berupa prinsip-prinsip yang sangat terbuka untuk dikembangkan.
by: nadiani & marina